Selasa, 22 Juni 2010

Tanpa Home and Away, Justru Dekat ke Penggemar

Fokus Bangun Fondasi, NBL Indonesia Belum Terima Pemain Asing

SURABAYA, 31 Mei 2010 – Kompetisi basket profesional tertinggi di Indonesia, National Basketball League (NBL) Indonesia, mengungkapkan alasan di balik strategi format kompetisi musim 2010-2011. Khususnya soal tidak diadakannya sistem home and away, plus belum diterapkannya aturan pemain asing.

“Semua sebenarnya berbasis pada efisiensi biaya. Baik untuk penyelenggara maupun tim-tim peserta. Bagaimana memaksimalkan kompetisi tanpa harus mengeluarkan biaya-biaya berlebihan. Setelah terus melorotnya kualitas penyelenggaraan Indonesian Basketball League (IBL) dulu, kita harus memulai liga baru ini dengan rendah hati, dengan kaki yang menjejak di bumi,” ungkap Azrul Ananda, direktur PT Deteksi Basket Lintas (DBL) Indonesia, commissioner NBL Indonesia.

Azrul menegaskan, situasi dan kondisi di Indonesia sangat beda dengan liga-liga profesional di kebanyakan negara. Sehingga, tidak bisa semata-mata meniru konsep di luar negeri. Apalagi di negara maju.
“Dari sepuluh tim, tujuh bermarkas di Jakarta. Sedangkan gedung basket yang layak pertandingan NBL di ibu kota hanya ada dua. Jadi, bagaimana mau menerapkan sistem home and away? Mana yang kandang, mana yang tandang?” ucap Azrul. “Selain itu, sistem home and away justru tidak adil bagi tiga tim yang benar-benar bermarkas di luar Jakarta. Seperti di Salatiga, Malang, dan Surabaya. Ongkos mereka jadi jauh lebih besar,” tambahnya.

Belum lagi alasan untuk mengembangkan brand. Baik itu brand NBL Indonesia maupun klub-klub pesertanya. “Dengan keliling ke berbagai kota, justru brand NBL dan klub-klubnya yang menyebar. Kita yang mendekatkan diri ke penggemar di berbagai region di Indonesia,” tandasnya.

Di musim perdana NBL Indonesia nanti, semua klub berkunjung ke semua seri. Tidak terpecah-pecah seperti IBL dulu. Kalau seri di Bandung, maka semua tim di Bandung. Kalau di Bali, semua ke Bali. “Dalam setiap kunjungan, tim bertanding empat sampai enam kali. Jadi mereka bisa dapat pengalaman maksimal tanpa harus banyak mengeluarkan biaya,” kata Azrul.

PT DBL Indonesia juga menerapkan kriteria penting untuk gedung pertandingan. Yaitu harus di tengah kota. Karena itu, di jadwal penyelenggaraan musim 2010-2011, gedung-gedung yang dipilih merupakan yang dekat dengan pusat keramaian.

“Sekali lagi, niatnya untuk mempermudah penggemar untuk menikmati pertandingan NBL nanti. Tugas kami untuk menarik penonton sangatlah berat. Tahun 2009 lalu, menurut data dari PB Perbasi, IBL rata-rata hanya disaksikan 250 penonton per hari. Itu sangat sepi,” jelas Azrul.

Sementara itu, untuk mendatangkan pemain asing, NBL Indonesia masih akan menunggu dulu setelah musim perdana ini berakhir. “Sekali lagi, tujuannya untuk menahan eskalasi biaya. Pada musim pertama ini, fokus utama adalah menyelamatkan penyelenggaraan liga. Setelah itu membangunnya secara bertahap. Jalan masih panjang,” tutur Azrul. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar